KERATON
KAIBON
Kawasan Banten Lama di
Kabupaten Serang memiliki banyak peninggalan bersejarah, salah satunya adalah
Keraton Kaibon yang terletak di Kampung Kroya, Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Tempat
ini dijadikan sebagai salah satu bangunan cagar budaya Provinsi Banten dengan
histori berupa kejayaan Kerajaan Banten Lama.
Tidak semua orang mengetahui bahwa
terdapat Keraton Kaibon Banten dalam sejarah Banten. Secara etimologis, nama
Kaibon diambil dari kata ‘kaibon’ yang berarti ‘keibuan’. Keraton ini dibangun
secara khusus untuk ibu dari Sultan Syaifuddin, yakni Rati Aisyah yang pada
saat itu dianggap sebagai pengawas bagi Sultan Syaifuddin yang masih sangat
muda dalam memegang tampuk pemerintahan (yakni di usia 5 tahun).
Keraton Kaibon Banten ini mengalami
kehancuran di bawah pemerintahan Belanda pada tahun 1832, yakni bersamaan
dengan runtuhnya Keraton Surosowan. Hal ini dipicu oleh utusan Gubernur
Jenderal Daen Dels yang bernama Du Puy untuk meminta perpanjangan proyek
pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan kepada Sultan Syaifuddin. Akan
tetapi, Sultan Syaifuddin menolak hal tersebut dan memutuskan untuk memancung
kepala Du Puy serta menyerahkannya kepada Gubernur Daen Dels. Melihat hal tersebut,
Daen Dels merasa marah dan berniat untuk menghancurkan Keraton Kaibon.
Meskipun begitu, penghancuran yang
dilakukan terhadap Keraton Kaibon berbeda dengan hancurnya Keraton Surosowan
karena di Keraton Kaibon masih tersisa gerbang dan pintu-pintu besar yang
berada di dalam kompleks istana. Hal inilah yang kemudian dijadikan sebagai
objek wisata sejarah yang bisa dilihat oleh para pengunjung Keraton Kaibon. Di
dalam Keraton ini masih terbentuk pintu berukuran besar khas Bugis yang
dinamakan Pintu Paduraksa. Deretan candi khas Banten pun masih terlihat di
daerah ini.
Keraton Kaibon ini dibangun dengan
menghadap ke barat dan terdapat kanal di bagian depannya. Kanal inilah yang
berfungsi sebagai media transportasi yang menghubungkan Keraton Kaibon dengan
Keraton Surosowan. Pada bagian depan Keraton, terdapat lima pintu yang bermakna
jumlah shalat dalam satu hari. Gerbang tersebut memiliki cirikhas arsitektur
Jawa dan Bali sehingga disebut juga gerbang bersayap. Ruang utama Keraton
merupakan ruangan kamar tidur Ratu Aisyah yang dibangun dengan menjorok ke
tanah dan dilengkapi pula dengan pendingin ruangan. Pendingin ruangan tersebut
bekerja dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atasnya diberi
balok kayu sebagai dasar lantai.
Kaibon Banten ini memang memiliki
arsitektur yang terbilang unik dan modern untuk zaman dulu karena sekeliling
keraton terdapat saluran air yang membuat kita melihat seolah-olah keraton ini
dibangun di atas air. Keraton ini juga memiliki nilai-nilai keislaman yang
tinggi, terutama pada saat terlihat jelas bangunan berupa masjid yang terletak
di sisi kanan gerbang. Pilarnya yang masih utuh serta mimbar yang masih berdiri
kokoh di dalamnya memperlihatkan bahwa Kesultanan Banten pada Keraton Kaibon
ini memang bernafaskan budaya dan agama Islam.
KERATON
KAIBON
Region Banten Lama in Serang District has many historic relics, one of
which is the palace Kaibon at Kampung Kroja, Kasunjatan, District Kasemen. The
place is used as one of the heritage buildings Banten province with history in
the form of the triumph of the Kingdom of Banten Lama.
Not everyone knows that there is a historical palace Kaibon Banten in
Banten. Etymologically, the name is taken from the word Kaibon 'Kaibon' which
means 'motherhood'. This palace was built specifically for the mother of Sultan
Syaifuddin, namely Rati Aisha who was then regarded as a supervisor for the
Sultan Syaifuddin still very young in holding the reins of government (ie, at
the age of 5 years).
Banten Kaibon palace suffered destruction under Dutch rule in 1832,
which along with the collapse of the palace Surosowan. This was triggered by
the Governor General Daen Dels envoy named Du Puy to request an extension of
the road construction project from Anyer to Panarukan to the Sultan Syaifuddin.
However, Sultan Syaifuddin reject it and decided to cut off the head of Du Puy
and submit it to the Governor Daen Dels. Seeing this, Daen Dels feel angry and
intend to destroy the palace Kaibon.
Even so, the destruction done to the Palace Kaibon different from the
destruction of the palace in the palace Kaibon Surosowan for the remaining
gates and huge doors that were in the palace complex. It is then used as a
historical tourist attraction that can be seen by visitors to the palace
Kaibon. Inside the palace is still forming a large-sized door called Door Bugis
Paduraksa. Rows of typical Banten temple is still visible in this area.
Kaibon palace was built facing west and the canals on the front. This
channel that serves as a transport medium that connects with Kraton Kraton
Kaibon Surosowan. At the front of the palace, there is a five-door meaningful
number of prayers in a day. The gate has a characteristic of the present
architecture of Java and Bali that is also called winged gate. The main room is
a room-bedroom palace queen Ayesha built jutting into the ground and equipped
with air conditioning. The air conditioner works by flowing water in it and at
the top by a wooden beam as a base floor.
Banten Kaibon palace does have a fairly unique architecture and modern
to ancient times around the palace because there are waterways that make us
look as though the palace is built on water. This palace also has Islamic
values are high, especially when the building is clearly visible in the form
of a mosque located on the right side of the gate. Pillars are still intact and
the pulpit still standing in it shows that the Sultanate of Banten on Kaibon
palace is indeed a breath of culture and Islamic religion